"Sejarah Pengkodifikasian Hadis dan Ilmu Hadis"
BAB I
PENDAHULUAN
Di antara para Ulama Hadis yang telah berjasa
dalam pengkodifikasian (pengumpulan) Hadis dan Ilmu Hadis atau di kenal dengan
istilah pelopor pengkodifikasian Hadis dan Ilmu Hadis adalah : ‘Umar ibn ‘Abdu al-Aziz, Muhammad
ibn Syaib al-Zuchri, Muhammad ibn Hazm dan Al-Ramahurmuzi. Ke empat ulama ini
memiliki peran penting dalam mengupayakan dan menjadikan Hadis dan Ilmu Hadis
itu terhimpun.
Meningat bahwa Hadis merupakan sumber hukum Islam
yang kedua setelah Al- Qur’an, yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam itu
sendiri. Yang mana menjaga kemurnian dan kebenarannya merupakan hal yang sangat
penting bagi kita. Karena jika apa yang di pedomani oleh umat Islam itu salah (Hadis
itu palsu) maka hal itu pun akan berdampak terhadap tingkah laku maupaun ahklak
umat Islam itu sendiri pada khususnya. Maka
dari itulah pengkodifikasian Hadis dan Ilmu Hadis ini di lakukan agar terpeliharanya
kemurnian dan kebenaran Hadis itu sendiri dengan mengulas kembali sejarah
tentang pengkodifikasian Hadis dan Ilmu Hadis ini pertama kalinya.
Oleh karena itu, untuk mengulas kembali
masalah pengkodifikasian hadis dan Ilmu Hadis tersebut, maka akan dibahas
mengenai beberapa masalah yaitu :
a. Pengertian pengkodifikasian Hadis
b. Latar belakang di lakukannya pengkodifikasian
Hadis dan Ilmu Hadis
c. Para tokoh serta peranannya dalam mengkodifikasian Hadis dan Ilmu Hadis
d. Manfaat dari dilakukannya pengkodifikasian
Hadis dan Ilmu Hadis
BAB
II
PEMBAHASAN
Mengutip kitab
Al-Muhith, Al-Fairuz mengatakan bahwa : Tadwin
secara bahasa diterjemahkan dengan “kumpulan Shahifah (Mujtama’ al-Shuhuf).”
Menurut Dr. Muhammad ibn Mathar al-Zahrani, Tadwin adalah “mengikat yang berserakan lalu menumpukkannya menjadi
satu diwan atau kitab yang terdiri
dari lembaran-lembaran. Sedangkan secara luas, tadwin sendiri diartikan dengan al-Jam’u
(mengumpulkan). Apabila merujuk pada dua pengertian diatas dapat di simpulkan
bahwa pentadwinan Hadis diartikan
sebagai “Diwanul Hadits”. Dalam
bahasa Indonesia tadwin ini lebih
umum dikenal dengan nama kodifikasi.[1]
Kata Hadis (Arab: Hadits) secara etimologis berarti komunikasi ,cerita, percakapan,
baik dalam konteks agama atau duniawi, atau dalam konteks sejarah atau
peristiwa dan kejadian aktual. Penggunaannya dalam bentuk kata sifat atau
adjektiva, mengandung arti al- Jadid, yaitu yang baharu ,lawan kata
dari al-Qodim, yang lama. Dengan
demikian, pemakain kata Hadis disini seolah-olah di maksudkan untuk
membedakannya dengan Al-Quran yang bersifat Qodim.[2]
Sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama, Hadis berarti “segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat.”[3]
Sedangkan menurut pemakalah sendiri, pentadwinan atau pengkodifikasian
Hadis itu adalah usaha dalam
mengumpulkan Hadis yang terpisah di kalangan sahabat, hingga menjadi satu yang di susun
dalam lembaran-lembaran.
Mengingat kembali bahwa Hadis merupakan sumber
hukum Islam yang kedua setelah Al-Quran. Dan menjaga
kemurnian serta kebenarannya merupakan hal
yang sangat penting. Maka muncullah pemikiran para Ulama Hadis untuk
melestarikan Hadis-Hadis Nabi SAW dengan cara mengkodfikasikannya kedalam
lembaran-lembaran.
Di antara para Ulama hadis yang telah berjasa dalam pengkodifikasian
(pengumpulan dan pembukuan) Hadis dan Ilmu Hadis, sejak masa pertama di
kumpulkan secara resmi sampai pada penyeleksiannya antara yang shahih dan yang
bukan shahih adalah ‘Umar ibn ‘abd al-
‘Aziz , Muhammad ibn Syihab al- Zuhri, Muhammad ibn Hazm dan Al- Ramahurmuzi.[4]
1. ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz
Dia adalah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz ibn
Marwan ibn al- Hakam ibn Abi al-‘Ash ibn Umayyah ibn ‘Abd Syams al-Quraisy
al-Umawi Abu Hafsh al- Madani al-
Dimasyqi, Amir al-Mu’minin. Ibunya adalah Umm ‘Ashim binti ‘Ashim ibn ‘Umar ibn
al-Khattab. Dengan demikian dia adalah cucu dari ‘Umar ibn Khattab dari garis
keturunan ibunya.[5]
‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz adalah seorang
khalifah yang mempunyai perhatian cukup besar terhadap Hadis Nabi SAW. Beliau secara langsung menuliskan Hadis-Hadis
Nabi yang didengar dan dimintanya.
Diriwayatkan dari Abi Qilabah, dia mengatakan “ ‘Umar abd
al-Aziz keluar kepada kami untuk menunaikan shalat zuhur, lalu dia membawa
kertas, dan dia keluar lagi pada shalat ‘asar dan besertanya pula kertas,
lantas aku bertanya, “ya Amir
al-Mu’minin untuk apa kertas ini ?” Dia menjawab , “Hadis yang diriwayatkan
oleh ‘Awn ibn ‘Abd Allah menarik perhatianku, maka aku menuliskannya.[6]
Riwayat di atas menujukkan bahwa
khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz sangat
peduli dengan Hadis-Hadis nabi SAW. Dan adapun alasan beliau atau motif beliau
dalam pengkodifikasian hadis dan ilmu hadis ini antara lain adalah :
a.
Adanya
kekhawatiran akan hilang atau punahnya Hadis
Berdasarkan beberapa riwayat, bahwa
kekhawatiran akan hilangnya Hadis dan lenyapnya para Ulama Hadis merupakan faktor
utama yang menyebabkan Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz untuk melakukan
kodifikasi Hadis. Para sahabat yang pada dirinya ada Hadis, banyak yang sudah
berpencar ke berbagai daerah. Bahkan tidak sedikit jumlahnya yang sudah
meninggal dunia. Sementara Hadis-Hadis yang ada di dada mereka belum tentu
semuanya sudah dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Oleh karena itu,
khalifah yang terkenal wara’ dan
takwa ini mengupayakan pengumpulan dan penulisan Hadis.[7]
b.
Timbulnya Hadis Maudu’
faktor lain yang mendukung agar dilakukannya
pengkodifikasian Hadis adalah karena timbulnya Hadis maudu’ sebagai akibat meluasnya wilayah Islam dan terjadinya
perselisihan di kalangan kaum muslimin mendorong Khalifah untuk menghimpun dan
membukukan Hadis. Terjadinya perang Shiffin pada masa Khalifah Ali bin Abi
Thalib menyebabkan timbulnya aliran-aliaran dalam Islam. Ketegangan-ketegangan
politik dan teologi membawa dampak negatif kepada eksistensi dan
audentisitas Hadis Nabi dengan munculnya
Hadis-Hadis maudu’.[8]
c. Al–Qur’an
sudah dibukukan dalam mushaf,
sehingga tidak ada lagi kekhawatiran tercampurnya antara ayat Al-Qur’an dengan Hadis.
d. Peperangan dalam penaklukan negeri-negeri yang
belum Islam dan peperangan antar sesama kaum Muslimin banyak terjadi,
dikhawatirkan Ulama Hadis berkurang karena wafat dalam peperangan – peperangan
tersebut.[9]
Dalam proses pengokdifikasian Hadis
dan Ilmu Hadis, khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz mengintruksikan kepada pada
Ulama dan penduduk Madinah untuk memperhatikan dan memelihara Hadis, dengan
mengatakan : “Perhatikanlah Hadis-Hadis Nabi dan tuliskanlah, karena aku
mengkhwatirkan lenyap dan perginya para ahlinya. Dan intruksinya kepada Abu
Bakar ibn Muhammad ibn ‘Amr ibn hazm, gubernurnya di Madinah adalah, “Tuliskanlah
untukku seluruh Hadis Rasul SAW yang ada padamu dan pada ‘Amrah, karena aku mengkhawatirkan
hilangnya Hadis-Hadis tersebut. Khalifah Umar juga memerintahkan Ibn Syihab
al-Zuhri dan Ulama lainnya untuk mengumpulkan Hadis Nabi SAW.[10]
Selain perintah untuk mengumpulkan Hadis,
khalifah ‘Umar juga mengirim surat kepada
para penguasa daerah-daerah agar mendorong para Ulama setempat untuk
mengajarkan dan menghidupkan Sunnah Nabi SAW. Bahkan ia sendiri langsung
terlibat dalam mendiskusikan Hadis-Hadis yang telah di kumpulkan oleh para
Ulama.[11]
Walaupun masa kekhalifahan beliau
relatif singkat, namun beliau telah mempergunakannya secara maksimal untuk
pemeliharaan Hadis-Hadis Nabi SAW, yaitu dengan mengeluarkan perintah secara
resmi untuk pengumpulan dan pembukuan Hadis. Atas perintah beliau dan bantuan
para Ulama serta Ahli Hadis, sehingga pada masa itu telah berhasil di kumpulkan
dan di bukukannya Hadis-Hadis Nabi. Yang satu di antaranya adalah koleksi Hadis yang di hasilkan oleh Ibn Syihab
al-Zuhri, ia berkata:
“‘Umar ibn 'Abd al-‘Aziz telah
memerintahkan kepada kami untuk mengumpulkan Sunnah Nabi SAW, maka kami pun
menuliskannya dalam beberapa buku. Dia selanjutnya mengirim masing-masing satu
buku kepada setiap penguasa di daerah.”[12]
Dari pernyataan Ibn Syihab al-Zuhri
tersebut dapat kita ketahui bahwa khalifah
‘Umar ibn 'Abd al-‘Aziz sangat berperan penting dalam pengkodifikasian
Hadis dan Ilmu Hadis pada masa itu. Melelui kebijaka-kebijakan yang ia lakukan
pada masa pemerintahannya.
Selain dari pada itu, meskipun ‘Umar ibn 'Abd al-‘Aziz seorang khalifah, ia
juga merupakan seorang perawi Hadis. Beliau menerima Hadis dari Anas, Al-Sa’ib
ibn Yazid, ‘Abd Allah ibn ja’far, Yusuf ibn ‘Abd Allah ibn Salam, Khaulah binti
Hakim dan lain-lain. Sementara darinya telah meriwayatkan sejumlah perawi,
seperti Abu Salamah ibn ‘Abd al-Rahman dan kedua anaknya yakni ‘Abd Allah dan
‘Abd al-‘Aziz, saudaranya yakni Zuban ibn ‘Abd al-Azziz, anak pamannya yakni
Maslamah ibn ‘Abd al-Malik ibn Marwan,
Abu Bakar Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm, Al-Zuhri, ‘Anbasah ibn Sa’id ibn al-‘Ash,
dan lain-lain.[13]
2. Muhammad ibn Syihab al-Zuhri
Dia adalah Abu Bakar Muhammad ibn
Muslim ibn ‘Ubaid Allah ibn Syihab ibn ‘Abd Allah al-Harits ibn Zuhrah ibn
Kilab ibn Murrah al Quraisy al-Zuhri al-Madani. Lahir pada tahun 50 H, dan ada
yang menyebutkan tahun 51 H, yaitu pada masa pemerintahan Khalifah ibn ‘Abi
Sufyan.[14]
Al-Zuhri di kenal sebagai Ulama yang setia
dan teguh hafalannya. Dia dapat menghafal Al-Qur’an hanya dalam masa 80 hari.
Tentang kesetiaan dan kuatnya hafalan Al-Zuhri ini, dapat dilihat pada suatu
hari Hisyam ibn ‘Abd al-Malik memintanya untuk mendiktekan sejumlah Hadis untuk
anaknya. Lantas Al-Zuhri memintanya untuk menghadirkan seorang juru tulis dan
kemudian mendiktekan 400 Hadis. Setelah berlalu lebih sebulan, Al-Zuhri bertemu
lagi dengan Hisyam. Ketika itu Hisyam berkata kepadanya bahwa kitab yang
berisikan 400 Hadis itu telah hilang. Al-Zuhri pun menjawab, “Engkau tidak akan
kehilangan Hadis-Hadis itu,” kemudian ia meminta juru tulis kembali, lalu dia mendiktekan
kembali Hadis-Hadis tersebut. Dan setelah itu Al-Zuhri menyerahkannya kepada
Hisyam dan isi dari kitab tersebut satu huruf pun tidak berubah dari isi kitab
yang pertama.[15]
Dari riwayat tersebut dapat kita
nyatakan bahwa benarlah bahwa Al-Zuhri adalah orang yang memiliki daya hafal
yang kuat, dan senantiasa setia dalam mengajarkan apa yang ada padanya, seperti
Ilmu yang dimilikinya pada umumnya dan Hadis-Hadis yang dia hafal pada
khususnya.
Dengan modal kecerdasan dan kekuatan
hafalan yang dia miliki tersebut, Al-Zuhri dapat menguasai banyak ilmu pengetahuan,
terutama dalam bidang Hadis. Sebagai seorang Ulama yang memiliki perbendaharaan
Ilmu yang banyak, Al-Zuhri terkenal di kalangan pendududk Hizaz dan Syam
(Syiria). Imam Malik pernah berkata, “ Apabila Al-Zuhri memasuki kota Madinah,
tidak seorang pun dari para Ulama di Madinah pada saat itu yang berani
menyampaikan Hadis, hingga Al-Zuhri keluar dari Madinah; dan apabila Ulama
senior yang telah berusia 70 atau 80 tahun datang ke Madinah, orang-orang yang
tidak begitu antusias untuk mendapatkan ilmu dari mereka; akan tetapi, apabila
yang datang adalah Al-Zuhri, maka penduduk pun akan berduyun-duyun datang
kepadanya untuk meminta ilmu.” ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz juga pernah bertanya
kepada orang-orang di sekitarnya, “Apakah kalian telah mendatangi Ibn Syihab?”
Mereka menjawab, “ Kami akan lakukan.” Lantas ‘Umar mengatakan lebih lanjut, “
Datanglah kalian kepadanya, maka sesungguhnya tidak ada lagi seseorang yang
lebih mengetahui mengenai Sunnah selain dari padanya.”[16]
Al-Zuhi telah meninggalkan pengaruh
dan jasa-jasa yang besar dalam bidang Hadis, diantaranya adalah:
1.
A-Zuhri adalah
orang yang pertama memenuhi himbauan dari Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz untuk
membukukan Hadis.
2.
Al-Zuhri telah
berhasil mengumpulkan dan meriwayatkan sejumlah tertentu dari Hadis Nabi SAW
yang tidak diriwayatkan oleh para perawi yang lain, sehingga hal itu telah
menyelamatkan Hadis-Hadis beliau dari kepunahan.
3.
Al-Zuhri adalah
orang yang bersemangat dalam menjaga sanad Hadis, sehingga dia senantiasa
mendorong dan menggalakkan pembuatan sanad tatkala meriwayatkan Hadis kepada
para Ulama dan penuntut Hadis.
4.
Al-Zuhri telah
memberikan perhatian yang besar dalam pengkajian dan penuntutan Ilmu Hadis,
bahkan ia bersedia memberikan bantuan
materi terhadap mereka yang berkeinginan mempelajari Hadis, namun tidak
mempunyai dana untuk itu.[17]
3. Muhammad ibn Hazm
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar ibn
Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm al-Anshari
al-Khajraji al-Najjari al-Madani al-Qadhi. Dia adalah seorang Ulama
besar dalam bidang Hadis dan terkenal juga ahli dalam bidang fiqih pada
masanya. Imam Malik ibn Anas mengatakan, “ Saya tidak melihat seorang Ulama
yang seperti Abu Bakar ibn Hazm, yaitu
seorang yang sangat mulia muru’ahnya
dan sempurna sifatnya, dia memerintah di Madinah dan menjadi hakim (qadhi). Tidak ada kaum kami yang
menguasai Ilmu Al-Qadha’ ( mengenai
kepribadian) seperti yang dimilikiya.[18]
Dalam kedudukannya sebagai Gubernur
Madinah dan sekaligus sebagi Ulama Hadis, dia pernah diminta oleh khalifah
‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz untuk menuliskan Hadis-Hadis Nabi SAW yang ada padanya
dan yang ada pada ‘Umrah binti ‘Abd al-Rahman, serta Al-Qasim ibn Muhammad dan
Ibn Hazm lantas menuliskannya. ‘Umrah yang merupakan makcik dari Ibn Hazm
sendiri, pernah tinggal bersama ‘Aisyah dan dia adalah orang yang paling
dipercaya di kalangan Tabi’in dalam hal Hadis ‘Aisyah. Sebagai Ulama besar, dia
juga merupakan guru dari beberapa Imam besar yang terkenal dalam sejarah Hadis dan Fiqih. Diantara para muridnya
adalah Al-Auza’I, Malik, Al-Laits dan Ibn Ishaq.[19]
4. Al-Ramahurmuzi
Namanya adalah Abu Muhammad al-Hasan
ibn ‘Abd al-Rahman ibn Khallad al-Ramahurmuzi. Dia adalah seorang Ulama besar
dan terkemuka dalam bidang Hadis pada zamannya, dan beberapa karyanya muncul
seiring dengan kebesarannya dalam bidang Hadis tersebut. Al-Sami’ani berkata,
“Dia (Al-Ramahurmuzi) adalah orang yang terkemuka dan banyak perbendaharaannya
dalam bidang Hadis.”
Muhammad ibn Ishaq juga memberikan
komentar, dengan mengatakan, “Abu Muhammad al-Hasan adalah seorang yang qadhi, karya tulisnya bagus dan
gambling, bahkan menurut Ibn Siwar al-Katib, dia juga seorang ahli syi’ir (sya’ir).
Kemudian dari segi kualitas
pribadinya, dia adalah seorang yang hafiz,
tsiqat, ma’mun dan dari kesan-kesan, pengalaman dan peninggalan karya
ilmiahnya, dapat disimpulkan bahwa dia adalah seorang yang terpelihara muru’ah-nya, mulia akhlaknya dan bagus
kepribadiannya.[20]
Pada abad keempat Hijriah, tatkala
Ilmu-Ilmu keIslaman mengalami kematangan dan memiliki istilah-istilah sendiri,
yang diantaranya bidang Ilmu Mushatalah
al-Hadits. Dan dalam bidang
Mushatalah al-Hadis ini, yang pertama kali menulisnya adalah Al-Ramahurmuzi
dengan judul Al-Muhaddits al-Fashil bayn
al-Rawi wa al-Wa’i. Kitab ini dipandang sebagai kitab yang pertama kali
dalam bidang Ilmu Ushul al-Hadits
(Musthalah al-Hadits). Menurut Ibn Hajar, kitab ini belum mencakup semua
permasalahan dalam bidang Ushul Hadits.
Meskipun demikian, dibandingkan dengan kitab-kitab terdahulu yang membahas
permasalahan-permasalahan tertentu dalam bidang Ushul al-Hadits secara terpisah, maka kitab ini merupakan kitab
yang lebih lengkap untuk ukuran masanya. Imam al-Dzahabi juga menegaskan bahwa,
“Kitab al-Muhaddits al-Fashil bayn
al-Rawi wa al-Wa’i, dalam bidang Ushul
al-Hadits adalah yang terbaik pada zamannya.[21]
Selain kitab yang tersebut diatas,
Al-Ramahurmuzi juga menulis sejumlah kitab, yang diantaranya: Adab al-Muwa’id, Adab al-Nathiq, Imam
al-Tanzil fi al-qur’an al-Karim, Amtsal al-Nabi SAW, Al-‘Ilal fi Muktar
al-Akhbar dan lain-lain.[22]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan-pembahasan mengenai
pengkodifikasian Hadis dan Ilmu Hadis diatas dapat di simpulkan bahwa,
“Pengkodifikasian Hadis dan Ilmu Hadis dipelopori oleh empat orang Ulama, yaitu
‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz, Muhammad ibn syihab al-Zuhri, Muhammad ibn Hazm dan
Al-Ramahurmuzi. Yang disertai dengan bermacam-macam usaha, baik itu berupa
perintah, penulisan Hadis-Hadis, pengajaran, penghafalan, menjadi periwayat
ataupun perawi Hadis dan bahkan penulisan buku tentang Hadis. Semuanya dilakukan
hanya untuk menjaga kelestarian Hadis yang merupakan sumber hukum Islam yang
kedua setelah Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Yuslem,
Nawir. Ulumul Hadis. Jakarta: PT
Mutiara Sumber Widya, 2001
Abdul
Wahid, Ramli. Studi Ilmu Hadis .
Bandung: Ciptapustaka Media,2005
http://www,kosmaext2010.com/makalah-ulumul-hadis-sejarah-pentadwinan-hadits.php
[1]
http://www,kosmaext2010.com/makalah -ulumul-hadis-sejarah-pentadwinan-hadits.php
[2]
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis ( Jakarta: PT, Mutiara Sumber Widya, 2001), hal. 31.
[3]
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis ( Jakarta:
PT, Mutiara Sumber Widya, 2001), hal.1.
[4]
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, hal. 457.
[5]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal. 457
[6]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal. 458
[7]
Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis (Bandung:Ciptapustaka Media,2005), hal.104.
[8]
Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, hal.104.
[9]
http://www,kosmaext2010.com/makalah-ulumul-hadis-sejarah-pentadwinan-hadits.php
[10]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal. 459.
[11]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal.
459-460.
[12]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal. 460.
[13]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal. 461.
[14]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal. 462.
[15]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal.
463-464.
[16]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal.464.
[17]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal.466.
[18]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal.468.
[19]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal.469.
[20]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal.470.
[21]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal.472.
[22]
Nawir Yuslem,Ulumul Hadis, hal.472.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar