"THAHARAH DALAM ISLAM”
Sebagai agama yang menjaga kesucian lahiriah
maupun batiniah, Islam telah mengatur segala hal-hal yang berkaitan dengan masalah
tersebut. Dalam Islam, istilah menyucikan lahiriah ini dikenal dengan istilah
thaharah. Thaharah adalah kegiatan bersuci yang harus dilakukan oleh setiap
umat Islam, saat melakukan hal-hal tertentu. Seperti halnya melaksanakan shalat
dan tawaf.
Thaharah merupakan pembahasan yang sangat penting
untuk dikaji. Karena thaharah merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh
seseorang, saat akan melakukan hal-hal tertentu. Oleh karena itulah, dalam
makalah ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan thal-hal tersebut.
Untuk menambah pemahaman kita tentang masalah
thaharah, maka kami selaku pemakalah akan menguraikan hal-hal yang berikut ini,
yaitu:
a. Pengertian thaharah
b. Dalil-dalil tentang thaharah
c. Pengertian najis
d. Pembagian najis
e. Bentuk-bentuk najis
f. Tata cara bersuci dari najis
g. Pengertian hadas
h. Macam-macam hadas
i.
Sebab-sebab orang berhadas
j.
Hal-hal yang dilarang bagi orang yang berhadas
k. Cara bersuci dari hadas
THAHARAH
A. PENGERTIAN
Kata thaharah bersal dari bahasa Arab اَلطَهَارُ yang secara bahasa artinya kebersihan atau bersuci. Thaharah menurut
syari’at Islam ialah suatu kegiatan bersuci dari hadas maupun najis sehingga
seorang diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam
keadaan suci seperti shalat. Kegiatan bersuci dari najis meliputi bersuci
pakaian dan tempat.[1]
Sedangkan bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan cara berwudhu, mandi dan
tayammum serta mandi.
B. DALIL-DALIL TENTANG THAHARAH
اِنَ اللهَ يُحِبُ التَوَابِيْنَ وَيُحِبُ اْلمُتَطَهِرِيْنَ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan
diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
لَايُقْبَلُ اللهِ الصَلَاةَ بِغَيْرِ طَهُوْرُ
Artinya:
“Allah tidak akan menerima shalat yang tidak dengan bersuci.” (HR. Muslim)
Sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya bahwa,
thaharah merupakan kegiatan bersuci dari
najis maupun hadas.untuk mengetahui mana yang dimaksud dengan najis dan
mana yang dimaksud dengan hadas. Maka
dari itu, di bawah ini akan dibahas mengenai najis dan hadas.
C.
ALAT-ALAT UNTUK BERSUCI
1. Air, dasar penggunaan air untuk bersuci dari najis adalah pernyataan Rasulullah
berikut ini:
اَلْمَاءُ لَا يُنَجِسُهُ شَيْءٌ اِلَا مَا
غَلِبَ عَلَى طَعْمِهِ اَوْ لَوْنِهِ اَوْرِيْحِهِ
Artinya:
“Air itu tidaklah menyebabkan najisnya
sesuatu, kecuali jik berubah rasanya, warnanya atau baunya.”(HR. Ibn Majjah dan
Baihaqi)[2]
Dalam kajian ilmu fikih, dikenal tiga macam
air, yaitu sebagai berikut.
a. Air Mutlak
Air mutlak ialah air yang suci dan dapat
digunakan untuk bersuci serta untuk mencuci.
Seperti untuk berwudhu, mandi, dan membersihkan najis.
Contoh airnya adalah seperti air hujan, air salju atau es
atau embun, air laut dan begitu juga dengan air zamzam.
·
Air hujan
Sebagaimana firman Allah:
وَيُنَزِلُ عَلَيْكُمْ مِنَ اْلسَمَاءِ مَاءً
لِيُطَهِرُكُمْ بِهِ
Artinya:
“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari
langit untuk menyucikan kamu dengannya.” (QS. Al-Anfal:11)
·
Air laut, sebagaimana Sabda Rasulullah:
هُوَ اْلطَهُوْرُ مَاؤُهُ اْلحِلُ مَيْتَتُهُ
Artinya:
“Laut itu airnya suci, bangkainya pun halal.”(
HR.al-Khamsah)
·
Air zamzam
Hadis yang diriwayatkan oleh Ali r.a:
اَنَ رَسُوْلَ اْللهِ ص. م. دَعَا بِسِجْلللٍ
مِنْ مَاءلٍ زَمْزَمَ فَشَرِبَ مِنْهُ فَنَتَوَضَاءْ
Artinya:
“Bahwasanya Rasulullah saw meminta dimbilkan satu ember zamzam, kemudian beliau
minum dan berwudhu dengan air zamzam tersebut.”(HR.Ahmad)
b. Air musta’mal
Air musta’mal ini adalah air sisa yang mengenai badan
manusia karena telah digunakan untuk
wudhu atau mandi. Air musta’mal disini maksudnya bukanlah air yang sengaja
ditampung dari bekas mandi atau wudhu. Tetapi adalah percikan air wudhu atau
air mandian yang bercampur dengan air dalam bejana atau bak.
Dalam berbagai ungkapan hadis, air musta’mal tidaklah najis, sehingga
penggnaannya adalah sah.
Seperti hadis riwayat Maimunah berikut ini:
كُنْتُ اَغْتَسِلُ اَنَا وَ رَسُوْلَ اللهِ مِنْ
اِنَاءٍ وَاحِدٍ مِنَ اْلجَنَابَةِ
Artinya:
“Kami mandi jinabah bersama Rasulullah saw
dari satu tmpat air yag sama.” (HR.
Tarmidzi)
c. Air yang tercampur dengan benda suci atau
bukan najis
Air yang bercampur dengan benda suci statusnya akan tetap
suci selama kemutlakannya terjaga, yaitu tidak berubah bau, warna, atau
rasanya. Misalnya ketika air itu bercampur dengan daun bidara, ai sabun, air
kapur dan juga seperti lebah, semut dan lain-lain.
2. Debu yang suci
Ketika seseorang ingin bersuci
(dalam artian bersuci dari hadas), dan dia tidak menemukan air untuk itu, maka
di berikan kemudahan untuk masalah itu. Yaitu dengan bersuci dengan debu, yang
disebut dengan istilah bertayammum.
3. Benda-benda yang dapat menyerap kotoran,
seperti batu, tisu, kayu dan semacamnya. Dalam hal ini, dikhususkan untuk
menghilangkan najis, seperti untuk beristinja’.
NAJIS
A. PENGERTIAN NAJIS
Najis menurut bahasa adalah
apa saja yang kotor. Sedangkan menurut syara’ berrarti kotoran yang
mengakibatkan shalat tidak sah, seperti darah dan kencing.
B. PEMBAGIAN NAJIS
Secara wujud najisnya, najis
dibagi kedalm dua macam[3],
yaitu najis ‘ainiyah dan najis hukmiyah.
a. Najis ‘Ainiyah adalah semua najis yang
berwujud atau dapat dilihat melalui mata atau mempunyai sifat yang nyata,
seperti warna atau baunya. Contohnya adalah seperti kotoran, kencing dan darah.
b. Najis Hukmiyah adalah semua najis yang
telah kering dan bekasnya sudah tidak ada lagi serta sudah hilang antara warna
dan baunya. Contohnya adalah kencing yang mengenai baju yang kemudian kering
sedang bekasnya tidak nampak.
Sedangkan
secara timbangan berat ringannya[4],
najis dibagi kedalam tiga golongan, yaitu najis mughallazah, mukhaffafah, dan
mutawassithah.
a. Najis Mughallazah adalah adalah najis
yang tergolong berat. Najis ini disebut sebagai najis yang berat karena cara
menyucikannya tidak semudah najis-najis yang lain. yang termasuk kedalam najis ini adalah anjing dan babi.
Adapun cara untuk menyucikan najis
ini adalah dengan disamak. Cara penyamakannya dalah dengan membasuh najis
tersenut dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satu air itu dicampur dengan
lumpur, baik najis itu bersifat ‘ainiyah maupun hukmiyah, baik
berada pada tubuh, pakaian maupun tempat shalat.
b. Najis Mukhaffafah adalah najis yang
ringan. Kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun selain susu dan umurnya
belum sampai dua tahun.
Adapun cara untuk menyucikan najis ini adalah dengan diperciki air sampai
merata, baik najis itu bersifat ‘ainiyah maupun hukmiyah, baik
berada pada tubuh, pakaian maupun tempat shalat.
c. Najis Mutawassithah adalah najis yang
sedang atau pertengahan antara kedua najis sebelumnya. Yaitu najis selain anjing dan babi atau najis selain
kencin bayi laki-laki yang belum makan apapun selain susu. Yaitu seperti
kencing manusia, tahi, binatang dan darah.
Adapun cara untuk menyucikannya adalah dengan megalirinya air sehingga
dapat menghilagkan bekasnya dan hilang pula seifa-sifatnya, seperti warna, rasa
maupun baunya, baik najis itu bersifat ‘ainiyah maupun hukmiyah, baik
berada pada tubuh, pakaian maupun tempat shalat.
C. BENTUK-BENTUK NAJIS
Bersuci dari najis merupakan hal
yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang sudah baligh. Anak kecil, baik
laki-laki maupun perempuan perlu dilatih melakukan hal tersebut. Setelah
menginjak usia tujuh tahun, ia harus disuruh untuk bersuci. Dan pada usia
sepuluh tahun, ia harus dipukul jika menolak perintah tersebut.
Diantara najis yang harus disucikan adalah
sebagai berikut[5].
1. Babi, termasuk didalamnya daging, tulang,
rambut dan kulitnya, hal ini didasarkan pada firman Allah “....atau daging
babi, karena sesungguhnya semua itu adala kotor.”(QS. Al-An’am:145)
2. Kencing manusia, baik itu masih bayi maupun
sudah dewasa, laki-laki ataupun perempuan. Hal tersebut didasrkan pada hadis
nabi saw yang menyebutkan, “Ada seorang badui kencing di Mesjid Nabi, saat
lantainya masih berupa pasir dan batu kerikil. Nabi pun melarang tindakan itu.
Kemudian beliau menyuruh seseorang untuk membawakan seember air dan
menyiramkannya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
3. Kotoran manusia. Hal itu sebagaimana sabda
Nabi, “Jika salah seorang diantara kamu pergi untuk buang air besar, hendaklah
ia membawa tiga batu untuk bersuci
dengannya, karena ketiganya sudah cukup memadai baginya.”(HR Abu Dawud, Ahmad,
Nasa’i dan Darimi).
4. Darah Haid. Hal itu didasarkan pada sabda
Rasulullah “Apabila pakaian dari salah seorang diantara kalian terkena darah
haid, hendaklah ia menggosoknya, lalu menyiramnya dengan air, untuk kemudian
shalat dengannya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
5. Darah nifas, dalam hal ini darah nifas
disamakan dengan darah haid.
6. Air liur dan keringat anjing. Hal itu seduah
dijelaskan beliau melalui sabdanya,
“Sucinya bejana adalah salah seorang diantara kalian jika dijilat oleh seekor
anjing adalah dengan mencucinya tujuh
kali dan yang pertama kali adalah dengan tanah.”(HR. Muslim).
7. Kencing dan kotoran binatang atau burung yang
tidak boleh dimakan dagingnya. Misalnya srigala, burung yang memiliki cakar,
dan keledai.
8. Madzi, yaitu cairan yang berwarna putih yang
keluar dari saluran air kencing saat seseorang terangsang. Sabda Rasulullah,
“Mengenai keluarnya madzi, ada keharusan wudhu.” (Mutafaqqun ‘alaihi).
9. Wadi, yaitu cairan berwarna putih yang keluar
setelah kencing karena suatu penyakit, kedinginan atau karena sebab lainnya.
10. Sisa atau bekas makan dan minum babi dan anjing. Sisa makanan dan minuman
hewan ini najis, karena air liurnya bercampur dengan makanan dan minumannya
tersebut.
11. Daging bangkai, yaitu daging semua binatang
yang hidup di darat, yang kalau mati
darahnya tetap mengalir. Sementara
binatang yang hidup di dalam air, sperti ikan dengan berbagai macamnya, jika
mati hukunya tidak najis. Adapun binatang yang tidak punya darah mengalir,
seperti lalat, semut, nyamuk dan jangkrik, jika mati tidak merupakan najis.
12. Darah binatang yang disembelih dan darah yang
mengalir deras dari tubuh manusia
ataupun binatang.
13. Bagian tubuh ternak yang dipotong saat maih
hidup.. Rasulullah saw bersabda:
مَاقُطِعَ مِنَ اْلبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَةُ فَهُوَ
مَيْتَةٌ
Artinya:
“Bangian apapun yang dipotong dari binatang
yang masih hidup, adalah bangkai.”
(HR, Abu Dawud dan Tirmidzi)
D. TATA CARA BERSUCI DARI NAJIS
Kaidah umum yang berlaku dalam bersuci dari najis ialah menghilangkan najis
sampai bersih, tanpa sisa, baik bentuk, rasa, warna maupun baunya. Tetapi, jika
ada salah satu najis yang sulit untuk dihilangkan, maka diberikan keringanan untuk itu. Misalnya, darah yang
sulit dihilangkan warnanya.[6]
Apabila kita menyiramkan air ketanah atau lantai yang terkena najis, lalu
bekasnya hilang, maka hukumnya sudah suci. Demikian itulah ketentuan yang
berlaku, kecuali lidah anjing yang menjilat bejana. Untuk menyucikan bejana
tersebut harus dibasuh tujuh kali yang salah satunya dengan pasir. Bahkan untuk
kehati-hatian, sebaiknya seluruh tahapan dilakukan dengan menggunakan pasir.
Untuk menyucikan khuf, sepatu atau sandal yang terkena najis, cukup
dengan menggosok-gosokkannnya ke tanah sampai bekasnya hilang.
Bersuci dari najis setelah buang air kecil
ataupun besar, cukup dengan menggunakan beberapa buah batu yang dapat
membersihkan bagian yang terkena najis. Namun demikian, akan lebih baik jika
menggunakan air. Dan yang akan lebih baik lagi jika menggunakan air
setelah beberapa buah batu, dari pada
hanya menggunakan air atau batu saja.
Jika tanah yang trerkena najis menjadi kering oleh sinar matahari, atau
oleh hembusan angin yang bisa menghilangkan bekas najisnya, maka hukumnya suci.
Dan untuk menyucikan kencing bayi laki-laki yang hanya menyusu, cukup dengan
menyiramkan air secara merata pada bagian yang terkena. Adapun pakaian yang
terkena air kencing bayi perempuan, harus dicuci seperti kalau mencuci air
kencing orang dewasa.
a. Cara membersihkan najis
·
Istinja’ dan Istijmar
Istinja’ dapat dilakukan untuk membersihkan segala hal
yang keluar dari kubul dan dubur dengan
menggunakan air. Dan Istijmar dapat dilakukan dengan benda-benda kering yang
punya daya serap, seperti batu atau benda-benda lainnya.
·
Menggosok dan menyiram
Jika najis itu berupa kotoran , darah atau darah yang mengenai badan, pakaian atau
tempat, maka cara membersihkannya adalah dengan digosok kemudian disiram dengan
air, sekali atau beberapa kali. Sampai hilang bau atau rasa dan warnanya.
HADAS
A. PENGERTIAN
Hadas secara etimologi ialah
seseorang yang tengah berhadas, Sedangkan secara terminologi ialah sesuatu yang
mengkotori aggota tubuh yang bisa mencegah sahnya solat.seperti orang yang
junub, haid, nifas dan lain-lain.[7]
B. MACAM-MACAM HADAS
·
Hadas kecil
Hadas
kecil ialah bila seseorang dalam keadaan bernajis disebabkan buang hajat selama
belum beristinjak, maka ia tetap dalam keadaan berhadas kecil.
·
Hadas besar
Hadas
besar ialah seseorang dalam keadaan bernajis yang mewajibkan ia mandi sesudah
berhadas besar itu, baru dinamakan ia suci dari hadas besar.[8]
C. SEBAB-SEBAB ORANG BERHADAS
1. Karena bersenggama
(bersetubuh suami istri) biar keluar mani atau tidak, maka wajib mandi.
Firman Allah swt.
Dalam surat Al-Maidah ayat 6:
وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَا طَهَرُوْا
Artinya:
“Jika
kamu junub (bersutubuh) maka hendaklah kamu mandi.”
2. Keluar mani baik karena bersutubuh atau tidak
seperti bermimpi dan
sebagainya, maka wajib mandi.
3.
Sebab buang kotoran (haid). Sabda Rasululloh saw. Yang artinya sebagai
berikut: Dari ‘Aisyah r.a. berkata: telah
bersabda Rasululloh saw. Kepada
Fatimah binti Hubaisyi, katanya: “Bila
datang haidh maka tinggalkanlah shalat
(sembahyang) dan
bila telah habis maka mandilah Anda.”
Hadits riwayat Bukhari
4. Karena
nifas (darah yang keluar sesudah melahirkan), bila darah nifas itu telah
berhenti, maka
diwajibkan mandi.
C.
HAL-HAL YANG DILARANG BAGI YANG BERHADAS
Hadas kecil :
a.
Mengerjakan
shalat wajib ataupun shalat sunat.
Sabda Rasulullah saw. yang
artinya:
“Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu bila berhada,sehingga ia
berwudu.” (Hadits riwayat Bukhari)
b. Melakukan thawaf di ka’bah, baik thawaf wajb
ataupun thawaf sunat.
Dari ‘Aisyah r.a. bahwasanya Nabi saw. Ketika
sampai di makkah , pekerjan yang mula-mula
dikerakannya ialah berwudu’ sesudah itu beliau melakukan thawaf. (
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Hadas besar
Seseorang yang
berhadas besar karena bersutubuh atau bagi wanita karena haidh
atau nifas,[9]
dilarang mengerjakan:
a.
Shalat
(sembahyang) baik wajib maupun sunat.
b.
Thawaf di
ka’bah, baik fardhu ataupun sunat
c.
Menyentuh/memegang
dan membaca Al-Qur’an
d.
Diam/berhenti
didalam mesjid.
Sabda Rasulullah saw. yang artinya :Aku tidak menghalalkan mesjid
bagi orang haidh, nifas dan junub.
Hadits riwayat Abu Daud
e.
Berpuasa baik
puasa wajib maupun sunat.
f.
Mencerai
(menthalaq) isteri yang haidh atau nifas
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa ia pernah menceraikan isterinya yang
sedang dalam haidh , maka Umar bertanya kepada Rasulullah saw. maka Nabi
menyuruh Ibnu Umar agar kembali kepada isterinya, nantikn sampai I suci dari
haidnya, kemudian jika dikehendakinya boleh di tahannya , tapi bila hendak di
cerai juga boleh di lakukan sebelum ia di campuri.
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim
Cara bersuci dari hadas
Berdasarkan jenis-jenis hadas yang telah diketahui sebelumnya, ada yang disebut
hadas kecil dan ada yang disebut sebagai hadas besar. Perbedaan jenis hadas ini
juga berlaku bagi perbedaan cara menyucikannya.
a. Cara bersuci dari hadas kecil
·
Wudhu
Wudhu adalah cara untuk bersuci dari hadas
kecil agar seseorang bisa melaksanakan shalat. Rasulullah saw bersabda:
لَايُقْبَلُ اللهُ الصَلَاةَ مَنْ اَحْدَثَ حَتَى يَتَوَ ضَاءَ
Artinya:
“Allah tidak akan menerima shalat orang yang masih berhadas sehingga ia
berwudhu.”(HR. Bukhari, muslim dan lainnya)[10]
Cara berwudhu telah digambarkan oleh allah di
dalam al-Quran, yaitu:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat,
maka basulah wajah dan tangan kalian sampai siku, dan usaplah kepala kalian dan
basulah kaki kalian sampai kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah:6)
·
Tayammum
Allah berfirman: “Jika kalian sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat
buang air atau menyentuh perempuan lalu kalian tidak memperoleh air, mak
bertayammumlah denagn tanah yang baik, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah
itu.” (QS.al-Maidah: 6)
Para ulama berselisih pendapat, apakah tayammum itu kemurhan atau azimah
( keadaan terdesak)? Sebagian ulama fikih mengatakan, “Ketika tidakada air,
tayammum itu azimah. Tetapi demi uzur, tayammum adalah kemurahan”.[11]
b. Cara bersuci dari hadas besar
Apabila seseorang sedang berhadas besar, maka yang wajib ia lakukan adalh
mandi wajib. Agar ia kembali suci seperti semula dan dapat melakukan ibadah
yang ditntut harus dalam keadaan suci, seperti shalat.
Cara mandi wajib yang paling sederhana, atau hanya melakukan hal yang wajib saja, maka ada
dua hal yang dilakukan. Pertama, niat. Dan kemudian mengguyur sekujur tubuh
dengan air yang suci dan menyucikan secara merata.
[1] T. Ibrahim dan Darsono, Penerapan Fikih
(Solo: PT. Tiga Serangkai Mandiri, 2004), hal 1.
[2] H.E Hassan Saleh, Kajian Fikih Nabawi dan Fikih Kontemporer (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal.22.
[3] Anshory Umar Sitanggal, Fiqih Syafi’i
Sistematis (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1992), hal. 44.
[4] Anshory , Fiqih Syafi’i, hal. 44.
[5] Syeikh Hasan Muhammad Ayyub, Panduan
Beribadah khusus Pria (Jakarta:
Almahira, 2008), hal 44-48.
[6] Syeikh Hasan Muhammad Ayyub, Panduan
Beribadah khusus Pria, hal 48-49.
[7]Imam Syarqowi, Asy Syarqowi (Bandung:
Al-Haromain, 2004), hal.64-65.
[8]
Moneir Manaf, Pilar Ibadah Dan Do’a (Bandung:
Angkasa, 1993), hal.11.
[9]
Moneir Manaf, Pilar Ibadah Dan Do’a, 1993,
hal. 11-12.
[10] Syeikh Hasan Muhammad Ayyub, Panduan
Beribadah khusus Pria, hal 57.
[11] Syeikh Hasan Muhammad Ayyub, Panduan
Beribadah khusus Pria, hal
81.
Nice Post ^^
BalasHapusSangat bermanfaat :) Makasih banyak gan
BalasHapusSya minta izin utk share ya
BalasHapusTerimakasih atas ilmunya.. barakallahufikum.
BalasHapus