SELAMAT DATANG
MUSLIM/AH SEJATI

Minggu, 30 September 2012

Hukum Acara Perdata " Putusan Hakim"


 "Putusan Hakim"
Hukum Acara Perdata
BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang Masalah
Hukum acara Perdata adalah rangkaian-rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan Hukum Perdata. Putusan Hakim merupakan bagian dari Hukum Acara Perdata yang meliputi arti putusan Hakim, susunan, macam-macam dan putusan oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk membahas dalam makalah ini.
B.                 Rumusan Masalah

a.                   Apa tujuan dari keputusan Hakim?
b.                  Apakah keadilan merupakan tujuan Hakim?
c.                   Apakah yang harus di penuhi di dalam memutuskan?

C.                 Tujuan penulisan makalah
Dari pembuktian yang tidak akurat akan lahir ketidak adilan. Untuk melaksanakan perintah mewujudkan keadilan tersebut diperlukan pembuktian yang akurat, maka para Hakim harus melakukan pembuktian yang akurat itu dengan menghimpun sebanyak mungkin alat bukti agar vonis bersalah atau tidak bersalah yang dijatuhkan kepada pihak yang sedang di adili benar-benar memenuhi kualifikasi adil.







BAB II
PEMBAHASAN
A.                Definisi Putusan Hakim

Putusan Hakim adalah suatu pernyataan oleh Hakim sebagai pejabat Negara yang di beri wewenang untuk itu di ucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Setelah pemeriksaan perkara yang meliputi proses mengajukan gugatan penggugat, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian dan kesimpulan yang diajukan baik oleh penggugat maupu oleh tergugat selesai dan pihak-pihak yang berperkara sudah tidak ada lagi yang ingin dikemukakan, maka Hakim akan menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut. [1]
Putusan Pengadilan merupakan suatu yang sangat diinginkan atau dinanti-nanti oleh pihak-pihak yang berperkara untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan putusan Pengadilan tersebut pihak-pihak yang bersengketa mengharapkan adanya kepastian hukum-hukum keadilan dalam perkara yang mereka hadapi. Untuk memberikan putusan Pengadilan yang benar-benar menciptakan kepastian dan mencerminkan keadilan Hakim sebagai aparatur negara dan sebagai wakil Tuhan yang melaksanakan peradilan harus mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan peraturan hukum yang akan ditetapkan baik peraturan hukum tertulis dalam perundang-undangan maupun peraturan hukum tidak tertulis atau hukum adat.
Arti putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh Hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja tetapi juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan diucapkan oleh Hakim di muka sidang karena jabatan ketika bermusyawarah Hakim wajib mencukupkan semua alasan-alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. Hakim wajib mengadili semua bagian gugatan. Hakim menjatuhkan putusan atas ha-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih dari yang digugat. Bentuk penyelesaian perkara dibedakan atas dua  yaitu:
1.Putusan/vonis
2.Penetapan / beschikking
 Suatu putusan diambil untuk suatu perselisihan atau sengketa sedangkan suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan yaitu dalam rangka yang dinamakan yuridiksi voluntain[2]. Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh hakim dalam menentukan putusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Hakim harus dapat mengolah dan memproses data-data yang diperoleh selama proses persidangan dalam hal ini bukti- bukti, keterangan saksi, pembelaan terdakwa, serta tuntutan jaksa maupun muatan psikologis. Keputusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa dapat didasari oleh rasa tanggung jawab, keadilan, kebijaksanaan, profesionalisme dan bersifat obyektif. Meskipun sistem hukum terkadang tidak dapat mencapai keadilan yang sempurna, namun hakim harus dapat menetapkan keputusan yang mendekati keadilan.
Di negara demokrasi, yang terpenting perselisihan diatasi dengan cara yang tampak adil dan mendukung stabilitas sosial. Pada kenyataannya ada saja yang mungkin tidak setuju dengan keputusan yang dijatuhkan oleh pengadilan, namun masyarakat harus percaya pada keadilan sistem hukum secara keseluruhan. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana proses pengambilan keputusan hakim dalam perkara pidana dan faktor-faktor yang mempengaruhi suatu keputusan pengadilan. Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah bagaimana proses pengambilan keputusan seorang hakim dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan seorang hakim. Fokus gejala dalam penelitian ini adalah mengenai proses pengambilan keputusan hakim. Subjek dalam penelitian ini adalah empat orang hakim pengadilan negeri kota mungkid yang telah memenuhi karakteristik penelitian. Metode yang digunakan metode penelitian kualitatif, alat pengumpulan data menggunakan metode observasi dan interview serta biodata diri. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil, proses pengambilan keputusan hakim (putusan) perkara pidana harus berdasarkan Hukum Acara Pidana.
Proses pemikiran hakim melalui tahap intelegensia, tahap desain dan tahap pemilihan. Faktor yang dapat mempengaruhi suatu putusan adalah faktor internal diantaranya usia, keterampilan berkomunikasi, pengetahuan hakim, ketajaman intuisi, intelegensi, kemampuan mengungkap fakta, ketangkasan mengungkap fakta, menguasai norma hukum, rasa keadilan bagi masyarakat, keluarga, korban dan terdakwa, ketajaman mengaitkan fakta dan norma dan pengalaman. Faktor eksternal berupa tekanan sosial seperti tekanan dari pejabat, diberi uang, akan ditembak, pendidikan, pelatihan, hal yang memberatkan dan meringankan. Faktor lain yang berpengaruh yaitu faktor religiusitas, alat bukti, keyakinan, undangundang, fakta, rasa keadilan serta disparitas putusan.
B.                 Macam-macam Putusan Hakim

1.                   Putusan akhir
Ialah suatu putusan dalam peradilan untuk mengakhiri suatu perkara, dan putusan ini ada bersifat menghukum (condimnatoir) dan bersifat menciptakan (constitutip) dan ada pula bersifat menyatakan (declaratoir).

2.                   Putusan comdemnatior
Ialah suatu putusan yang bersifat menghukum pihak yang di kalahkan untuk memenuhi prestasi, di dalam putusan ini di akui hak penggugat atas prestasi yang di tuntutnya. Pada umumnya putusan ini bersifat membayar artinya putusan itu untuk memenuhi prestasi.

3.                   Putusan constitutif
Suatu putusan yang membuat dan meniadakan atau menciptakan suatu keadaan hukum, misalnya pemutusan perkawinan, perwalian, pemutusan perjanjian dan sebagainya.

4.                  Putusan declaratoir
Ialah suatu putusan yang isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yang sah, misalnya anak yang lahir dari pernikahan yang sah, hukum  declaratoir murni tidak mempunyai atau upaya untuk memakasa karena sudah mempunyai hakibat hukum tanpa bantuan dari pihak lawanpun yang di kalahkan untuk melaksanakannya, sehingga hanyalah memiliki kekuatan yang mengikat.





C.                Asas Putusan Hakim
Asas ini di jelaskan dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 RGB, dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004 (dulu dalam Pasal 18 UU No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman) yang meliputi :
1.                  Memuat dasar alasan yang jelas dan rinci
Menurut asas ini putusan yamg dijatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan terperinci. Alasan-alasan hukum yang menjadi pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan:
-                      Pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan
-                      Hukum kebiasaan
-                      Yurisprudensi atau
-                      Doktrin hukum
hal ini di jelaskan dalam Pasal 23 UU No.14 tahun 1970, sebagaimana di ubah dengan UU No 35 Tahun 1999 sekarang dalam Pasal 25 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004.
2.                  Wajib mengadili seluruh bagian gugatan
Hal ini di gariskan dalam Pasal 178 ayat (2) HIR, Pasal 189 ayat (2) RBG, dan Pasal 50 Rv. Tidak boleh hanya memeriksa dan memutuskan sebagian saja.

3.                  Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan
Larangan ini di sebut ultra petitum partium[3]. Hakim yang mengabulkan melbihi posiya maupun petitum gugat, di anggap telah melampui batas wewenang atau ultra vires yakni beritndak melampui wewenangnya.

4.                  Diucapakan di muka umum
Hal ini di atur dalam prinsip pemeriksaan dan putusan diucapakan secara terbuka, ditegaskan dalam Pasal 18 UU No.14 Tahun 1970, sebagaimana diubah dengan UU No. 35 tahun 1999 skarang dalam Pasal 20 UU No. 4 tahun 2004 yang berbunyi: Semua putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila di ucapakan dalam sidang terbuka untuk umum.
D.                 Upaya kekuatan Hukum terhadap Putusan Hakim
Putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bukan mustahil mempunyai sifat memihak, oleh karena itu untuk menghindari apabila terjadi kekeliruan atau Hakim bersifat memihak maka perlu memiliki upaya hukum yaitu alat untuk mencegah atau kekeliruan dalam suatu putusan.
1.                  Perlawanan (verzet)
Dalam pasal 129 HIR ayat 1 yaitu tergugat yang di hukum sedang ia tidak hadir dan ia tidak menerima putusan itu, maka dapat memajukan perlawanan atau putusan itu. artinya Perlawanan (verzel) merupakan upaya hukum terhadap putusan yang di jatuhkan di luar hadirnya tergugat. Yaitu upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang dijatuhkan tanpa hadirnya Tergugat (verstek). Pada dasarnya perlawanan ini disediakan bagi pihak Tergugat yang dikalahkan. Bagi Penggugat, terhadap putusan verstek ini dapat mengajukan banding.

2.                  Banding
Yaitu pengajuan perkara ke pengadilan yang lebih tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulangan, apabila para pihak tidak puas terhadap putusan tingkat pertama. Berpedoman kepada ketentuan yang ditetapkan dalam UU No 20 Tahun 1947 tentang peradilan ulangan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 sampai Pasal 15, dinyatakan :
Tenggang waktu permohonan banding :
a.       14 hari sejak putusan diucapkan, apabila waktu putusan diucapkan pihak Pemohon banding hadir sendiri dipersidangan.
b.      14 hari sejak putusan diberitahukan, apabila Pemohon banding tidak hadir pada saat putusan diucapkan di persidangan.
c.       Jika perkara prodeo, terhitung 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan prodeo dari Pengadilan Tinggi kepada Pemohon banding.
d.      Pengajuan permohonan banding disampaikan kepada Panitera pengadilan yang memutus perkara di tingkat pertama
e.       Penyampaian memori banding adalah hak, bukan kewajiban hukum bagi Pemohon banding.
f.       Satu bulan sejak dari tanggal permohonan banding, berkas perkara harus sudah dikirim ke Panitera Pengadilan Tinggi Agama (Pasal 11 ayat (2) UU No 20 Tahun 1947).
3.                  Kasasi
Pemeriksaan tingkat kasasi bukan pengadilan tingkat ketiga. Kewenangannya memeriksa dan mengadili perkara tidak meliputi seluruh perkara, bersifat sangat terbatas, dan hanya meliputi hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 30 UU No 14 Tahun 1985, yaitu terbatas sepanjang mengenai , Memeriksa dan memutus tentang tidak berwenang atau melampaui batas wewenang Pengadilan tingkat bawah dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. Memeriksa dan mengadili kesalahan penerapan atas pelanggaran hukum yang dilakukan pengadilan bawahan dalam memeriksa dan memutus perkara. Memeriksa dan mengadili kelalaian tentang syarat-syarat yang wajib dipenuhi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tingkat kasasi tidak berwenang memeriksa seluruh perkara seperti kewenangan yang dimiliki peradilan tingkat pertama dan tingkat banding, oleh karenanya peradilan tingkat kasasi tidak termasuk judex facti[4].

E.                 Kekuatan Putusan Hakim
Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata juga menyebutkan kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak juga dalam pasal 21 UU No. 14 / 1970 adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan yang menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan itu. Macam-macam putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu:
1.                  Kekuatan pembuktian mengikat
Putusan ini sebagai dokumen yang merupakan suatu akta otentik menurut pengertian Undang-Undang sehingga tidak hanya mempunyai kekuatan pembuktian mengikat antara pihak yang berperkara, tetapi membuktikan bahwa telah ada suatu perkara antara pihak-pihak yang disebut dalam putusan itu.
2.                  Putusan eksekutorial
Yaitu kekuatannya untuk dapat dipaksakan dengan bantuan aparat keamanan terhadap pihak yang tidak menantinya dengan sukarela.
3.                  Kekuatan mengajukan eksepsi (tangkisan)
Yaitu kekuatan untuk menangkis suatu gugatan baru mengenai hal yag sudah pernah diputus atau mengenai hal-hal yang sama berdasarkan asas nebis inidem (tidak boleh dijatuhkan putusan lagi dalam perkara yang sama).
F.                 Susunan dan Isi Putusan Hakim

Putusan hakim terdiri dari:

1.                    Kepala putusan
Suatu putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi“Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 4 (1) UU No. 14 / 1970 kepala putusan ini memberi kekuatan eksektorial pada putusan apabila tidak dibubuhkan maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut[5].
2.                    Identitas pihak yang berperkara.
Didalam putusan harus dimuat identitas dari pihak: nama, alamat, pekerjaan dan nama dari pengacaranya kalau para pihak menguasakan pekerjaan kepada orang lain.

3.                    Pertimbangan atau alasan-alasan.
Pertimbangan atau alasan putusan hakim terdiri atas dua bagian yaitu pertimbangan tentang duduk  perkara dan pertimbangan tentang hukumnya. Pasal 184 HIR/195 RBG/23 UU No 14/1970 menentukan bahwa setiap putusan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan jelas, alasan dan dasar putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara serta hadir tidaknya pihak-pihak yang berperkara pada waktu putusan diucapkan. Putusan yang kurang cukup pertimbangan merupakan alasan untuk kasasi dan putusan harus dibatalkan, MA tanggal 22 Juli 1970 No. 638 K / SIP / 1969; MA tanggal 16 Desember 1970 No. 492 / K / SIP / 1970. Putusan yang didasarkan atau pertimbangan yang menyipang dari dasar gugatan harus dibatalkan MA tanggal 01 September 1971 No 372 K / SIP / 1970.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
                                                              
Hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat Negara yang di beri wewenang untuk itu di ucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Setelah pemeriksaan perkara yang meliputi proses mengajukan gugatan penggugat, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian dan kesimpulan yang diajukan baik oleh penggugat maupu oleh tergugat selesai dan pihak-pihak yang berperkara sudah tidak ada lagi yang ingin dikemukakan, maka Hakim akan menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut.
Pemeriksaan tingkat kasasi bukan pengadilan tingkat ketiga. Kewenangannya memeriksa dan mengadili perkara tidak meliputi seluruh perkara, bersifat sangat terbatas, dan hanya meliputi hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 30 UU No 14 Tahun 1985, yaitu terbatas sepanjang mengenai , Memeriksa dan memutus tentang tidak berwenang atau melampaui batas wewenang Pengadilan tingkat bawah dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. Memeriksa dan mengadili kesalahan penerapan atas pelanggaran hukum yang dilakukan pengadilan bawahan dalam memeriksa dan memutus perkara. Memeriksa dan mengadili kelalaian tentang syarat-syarat yang wajib dipenuhi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tingkat kasasi tidak berwenang memeriksa seluruh perkara seperti kewenangan yang dimiliki peradilan tingkat pertama dan tingkat banding, oleh karenanya peradilan tingkat kasasi tidak termasuk judex facti.
Putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bukan mustahil mempunyai sifat memihak, oleh karena itu untuk menghindari apabila terjadi kekeliruan atau Hakim bersifat memihak maka perlu memiliki upaya hukum yaitu alat untuk mencegah atau kekeliruan dalam suatu putusan. Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata juga menyebutkan kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak juga dalam pasal 21 UU No. 14 / 1970 adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan yang menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum .
Daftar Kepustakaan

Mertukosumo suedikno, hukum acara perdata indonesia ( yogyakarta liberty 1999)  
Muhammad, Abdulkadir hukum Acara Perdata Indonesia (Bandung Citra A Bakti 1992)
M.Yahya Harahap Hukum Acara Perdata ( Jakarta: Sinar Grafika 2005)
Subekti, Hukum Acara Perdata (Bandung Bina cipta 1977)
Frances Russell dan christine loche, English law and language ( london Cassel 1992)




[1] Mertukosumo suedikno, hukum acara perdata indonesia ( yogyakarta liberty 1999)  h 175
[2] Subekti, Hukum Acara Perdata (Bandung Bina cipta 1977) h 122
[3] Frances Russell dan christine loche, English law and language ( london Cassel 1992) h 30
[4]Muhammad, Abdulkadir hukum Acara Perdata Indonesia (Bandung Citra A Bakti 1992) h 98
[5] M.Yahya Harahap Hukum Acara Perdata ( Jakarta: Sinar Grafika 2005) h 807